About Me

Foto saya
Hidup itu seperti musik, yang harus di komposisi oleh telinga, perasaan dan instink, bukan oleh peraturan

Pengikut

RSS

HAMPIR semua pemerintah atau pemimpin di dunia kini baik orang Islam atau
bukan, telah naik melalui pemilihan. Yakni hasil pemilihan rakyat jelata di
hari pemilihan yang dilakukan beberapa tahun sekali. Pemimpin manapun yang
mendapat suara lebih dari yang lain, dialah yang naik menjadi pemerintah
untuk negara tersebut. Cara pemilihan pemimpin yang seperti itu adalah cara
Barat yang menganut ideologi liberal kapitalisme, yang mempraktekkan sistem
demokrasi terbuka.

Hal seperti itu jauh berbeda dengan Islam yang merujuk pada Al Quran, Hadist
dan ulil amri (ahlul halli wal 'aqdi). Dalam Islam, pemilihan pemimpin
dibuat berdasarkan sistem demokrasi terpimpin. Artinya, mereka dipilih dari
kalangan beberapa orang yang menjadi intipati masyarakat yang disebut ahlul
halli wal 'aqdi. Di antara cara Islam dan cara Barat itu, terdapat perbedaan
yang jauh. Kita akan membandingkan kedua hal itu supaya kita dapat melihat
kebenaran dan kebijaksanaan sistem Islam.

1. Kita telah difahamkan bahwa melalui pemilihan umum, pemimpin yang naik
adalah pilihan mayoritas rakyat jelata. Padahal bila diamati, hal itu tidak
semestinya terjadi. Misalnya dua orang calon bertanding di kawasan yang
memiliki 10 ribu pemilih. A mendapat 4500 suara, B mendapat 4000 suara dan
yang tidak memilih 1500. Perbedaan antara keduanya cuma 500 suara saja.
Tetapi yang tidak memilih sebanyak 1500. Artinya A cuma diterima oleh 4500
orang rakyatnya. Sedangkan 5500 lagi menolak kepemimpinannya. Hal itu
sebenarnya akan membentuk satu pemerintahan yang tidak stabil. Negaranya
mudah goyang.

Keadaan akan menjadi lebih malang kalau terjadi seperti ini: terdapat tiga
orang calon yang bertanding di kawasan yang pemilihnya ada 10 ribu orang.
Keputusannya,

A dapat 3300 suara
B dapat 3300 suara
C dapat 3400 suara

Artinya C menang dengan penyokongnya 3400 sedangkan penentangnya kalau
ditambahkan antara dua calon yang lain ialah 6600. Secara demokrasi,
Bagaimana dapat dipastikan bahwa dia naik atas dukungan mayoritas? Karena
penentangnya lebih banyak daripada pendukung. Coba gambarkan dalam sebuah
negara yang penyokongnya sedikit dan penentangnya banyak, bagaimana negara
itu akan stabil? Huru-hara selalu terjadi dan kerajaan dapat tumbang dengan
mudah.

2. Melalui sistem pemilihan umum, semua rakyat disuruh memilih pemimpin
termasuklah orang tua yang sudah uzur, orang buta, orang jahil, orang
jahat,  perempuan dan orang-orang yang tidak tahu-menahu mengenai pemimpin
dan kepemimpinan. Orang-orang seperti itu turut menentukan corak
kepemimpinan negara. Saya yakin, di sebagian negara (yang tidak
berpendidikan) 95% dari pemilih yang memilih itu tidak tahu-menahu tentang
dasar pemerintahan partai yang didukungnya. Apakah keputusan mereka menjamin
kebaikan dalam pemerintahan? Kalaulah satu partai itu menang hasil dukungan
orang-orang jahil itu, apakah partai itu dapat berbangga? Padahal yang
menentangnya adalah dari kalangan  cerdik pandai yang dapat menilai
sekalipun jumlahnya minoritas.

3. Hari ini bermacam-macam golongan manusia yang turut memilih. Golongan
peniaga, petani, buruh, nelayan, cendekiawan, budayawan, seniman, artis,
olah ragawan, pegawai-pegawai dan lain-lain yang datangnya  dari berbagai
bangsa dan kaum minoritas. Masing-masing golongan mempunyai niat
masing-masing. Mereka memilih satu partai bukan karena menyokong dasar
partai itu. Tetapi karena marah pada partai lawan.

Sebab itu bila partai yang disokongnya menang, maka mereka akan menuntut
keinginan mereka masing-masing. Sepuluh golongan, sepuluh perkara yang
diminta. Sekalipun yang diminta itu membebankan pemerintah dan rakyat, namun
terpaksa dilakukan. Dasar partai yang sebenarnya hilang tenggelam.
Pemerintah tidak dapat mewarnai negara tetapi rakyatlah yang melakukannya.
Pemerintah terpaksa menuruti kehendak-kehendak golongan tadi, bukan menuruti
dasar partainya serta kepentingan umum. Lebih-lebih lagi kepentingan ALLAH
dan Rasul.

4. Bila pemilih itu tidak faham dasar partai yang didukungnya, mereka juga
tidak dapat menilai segala penyelewengan yang dibuat oleh pemerintah.
Artinya, mereka tidak dapat menegur atau memperbaiki kesalahan yang
dilakukan oleh pemerintah. Hal itu membuat pemerintah dapat melakukan apa
saja dengan sewenang-wenang. Di situ mungkin ada orang berkata, "Itulah
perlunya orang-orang yang baik menjadi calon". Saya jawab begini, "Orang
baik, tidak pernah mencalonkan diri. Kenaikan mereka adalah karena
ditonjolkan oleh orang lain melalui cara yang bersih". Yaitu melalui ahlul
halli wal 'aqdi. Lagi pula mana boleh orang-orang baik yang menang kalau
mayoritas rakyat yang memilih jahat-jahat belaka?

5. Sebagian orang yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin adalah
orang-orang politik yang kebolehan istimewanya adalah pandai berpidato.
Pembicaraannya membangkitkan semangat dan mempesona orang yang mendengar
serta pandai mencari kesalahan-kesalahan dan menuduh orang lain. Artinya,
dia mengaku dirinya baik dan bukan orang lain yang membuat pengakuan tentang
kebaikannya. Maka jadilah dia tokoh besar. Perangainya tak difikirkan oleh
orang, cara hidupnya tidak diperhatikan, agamanya atau takwanya tidak
dipedulikan, ilmu, pengalaman,  kecerdikan dan karisma kepemimpinannya tidak
diperhitungkan, kreativitas dan buah fikirannya tidak dinilai, keturunan,
latar belakang dan pendidikan yang diterima tidak diperdulikan.

Pendek kata, syarat-syarat untuk menjadi pemimpin cuma dinilai pada pandai
berkampanye, pandai berbicara dan pandai membicarakan kejelekan orang lain
saja. Sedangkan memimpin itu bukannya untuk berbicara atau mengejek orang
saja. Sebaliknya memimpin ialah:

a. Mendidik manusia agar menjadi hamba ALLAH dan khalifahNya. Yakni menjadi
abid dan mujahid. Menjadi orang dunia dan Akhirat. Bukan dunia saja dan
bukan Akhirat saja. Untuk itu pemimpin mesti memiliki ilmu dan pengalaman
mendidik yang cukup.

b.Memimpin atau memandu rakyat untuk membangun tamadun insaniah dan tamadun
materiil dalam negara. Semua tenaga manusia hendak digemblen agar sama-sama
membangun dan menciptakan tamadun. Jangan ada yang tercecer, menganggur dan
hidup tanpa tujuan. Dan jangan sampai negara terlantar, berhutang,
dipermainkan atau huru-hara.

c. Menjawab 1001 macam masalah yang timbul dari masa ke masa dan menjawab
1001 tanda tanya yang timbul dalam masyarakat. Kalau hal-hal seperti itu
tidak diselesaikan, negara akan kusut dan kocar-kacir. Maka untuk itu
seorang pemimpin perlu  mendapat pertolongan dari ALLAH secara nyata atau
gaib dan mendapat ilmu ilham dari ALLAH untuk menjawab setiap persoalan. Di
mana semua itu hanya diberi kepada pemimpin yang bertakwa.

Firman ALLAH:

Barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH niscaya ALLAH lepaskan dia dari
masalah hidup dan memberi rezeki dari sumber yang tidak diduga (Ath Thalaq:
2-3)

Bertaqwalah kepada ALLAH, niscaya ALLAH akan mengajar kamu. (Al Baqarah:
282)

ALLAH menjadi pembela (penolong) orang yang bertaqwa. (Al Jasiyah: 19)

Barangsiapa yang bertakwa akan terlepas dari kejahatan (musuh).  (Ath
Thalaq: 5)

d.  Pemimpin hendaklah menjadi pribadi contoh di mana dengan melihat
kehidupan pemimpin, rakyat dapat meniru. Untuk itu pemimpin mesti bagus
ibadahnya dan akhlaknya seperti merendah diri, pemurah, sabar, lapang dada,
zuhud, pemaaf, pengasih, berani, jujur, ikhlas, gigih berjuang dan berkorban
dan macam-macam sifat baik lagi. Untuk itu,  pemimpin mesti bertakwa. Hanya
takwa yang dapat mengawal dan mendorong akhlak yang baik itu dari kejahatan
nafsu dan syaitan.

e. Merancang dan memberi panduan serta ide untuk pembangunan. Untuk itu
pemimpin mesti memiliki ide,  buah fikiran,  strategi dan kreatif. Pemimpin
tidak boleh emosional, berfikiran buntu, gopoh-gopoh, lemah jiwa, merajuk,
putus asa dan lamban. Fikiran mesti tajam, jiwa mesti kuat, perasaan halus
dan fisik tangkas. Sebab itu dalam Islam, perempuan tidak boleh menjadi
pemimpin. Selain itu karena otaknya tidak terlalu tajam untuk menjangkau
kemungkinan-kemungkinan masa depan atau yang tersirat, fisiknya juga mudah
lemah dan emosionalnya tinggi. Kaum lelaki juga kalau sifatnya demikian
tidak layak menjadi pemimpin walaupun ia pandai berbicara dan ijazahnya
tinggi.

f.  Kebijaksanaan menewaskan musuh. Kita tidak mungkin mengelak dari
orang-orang yang mau menjatuhkan kita. Musuh tidak boleh disalahkan karena
memang itu kerjanya. Yang penting kita mesti menewaskan dia. Pemimpin mesti
licin dan bijaksana dalam menghadapi musuh. Sekali lagi, pimpinan ALLAH
dalam hal ini sangat penting. Untuk itu takwa juga yang menjadi syaratnya.
Sayidina Umar berkata, "Aku lebih takut pada dosa-dosamu daripada musuh-
musuhmu. Sebab bila kamu berdosa, ALLAH akan membiarkanmu kepada musuhmu."

Lihatlah, betapa beratnya kerja pemimpin. Tidak boleh dibuat senang-senang
dan oleh sembarang orang. Karena itu, memimpin tidak boleh menjadi rebutan
dan diperdagangkan. Sebab hanya boleh dibuat oleh orang-orang khusus, yang
memang dikaruniakan kebolehan dari Allah, orang yang terdidik dan dipimpin
oleh ALLAH. Otaknya tajam, jiwa asalnya tahan bagaikan besi baja. Akhlaknya
terbentuk dari kecil, strateginya lihai, fikiran tembus dan kecenderungan
memimpin bukan untuk kepentingan atau dilantik dengan resmi di majelis
permusyawaratan.

Orang seperti itu, kalaupun tidak dilantik, dia boleh memimpin. Orang lain
tidak boleh merebut dan mencuri kebolehannya memimpin. Orang seperti itu
diangkat menjadi pemimpin bukan dengan jari atau suara tapi dikehendaki oleh
hati. Orang suka dengan kepemimpinannya bukan hasil kampanye atau
memperjualbelikan suara. Hasil dari kerja kepemimpinan yang sudah
dibuktikan,  manusia akan merasa berhutang budi karena kerja dan jasa
kepemimpinannya, sebelum ia dilantik menjadi pemimpin resmi.

6. Bila orang itu mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin sementara rakyat
belum yakin dengan kebolehannya, karena belum terbukti bahwa ia adalah
pemimpin, maka ia mesti berlakon menjadi pemimpin. Ia akan mengangkat-angkat
diri dan membuat janji-janji manis yang tidak ada jaminan untuk
dilaksanakan. Ia juga mesti menghina pihak lawan yang menentang
pencalonannya. Karena takut kalah, demi mendapatkan suara, kerja-kerja
kampanye dan membeli suara terpaksa dilakukan. Perebutan sengit itu tidak
mungkin selamat dari riya', ujub, sombong, benci, dendam, marah, tipu,
berpura-pura, hasad dengki, menyebut-nyebut janji muluk yang palsu dan
mazmumah lain. Ia juga akan memfitnah, mencerca, mengejek dan lain-lain.

Alangkah kotornya jalan itu. Alangkah bahaya dan jahatnya. Orang Barat pun
mengakui dengan ungkapan Politic is a dirty game. Yang kalah akan merasa
terhina dan yang menang membusung dada. Rasa sengketa tidak akan terkikis
dari jiwa-jiwa mereka. Kepemimpinan seperti itu mustahil akan dapat
mewujudkan perpaduan yang murni dan kerja sama yang baik. Sepanjang masa,
pemimpin akan merasakan pimpinannya senantiasa ditentang dan kedudukannya
terancam. Lalu dia akan senantiasa mencari jalan untuk mempertahankan
kedudukan. Tugas kepemimpinan sudah menjadi barang yang diperebutkan untuk
kepentingan pribadi dan duniawi semata-mata.

7. Untuk mempertahankan kursi yang dibeli tadi, pemimpin juga sanggup
membuat apa saja sekalipun menindas,  menipu, mengancam dan menghukum. Pihak
lawan akan dianaktirikan dan pendukung terpaksa dijaga hatinya. Kehendak
pendukung mesti ditunaikan sekalipun hati nurani tidak setuju. Artinya
rakyat yang menentukan corak pemerintahan. Pemimpin ikut saja. Pemimpin
dididik oleh rakyat. Maklumlah dia wakil rakyat dan bukan wakil ALLAH.

Sering terjadi dua partai yang berbeda dasarnya, bekerja sama untuk
menentang partai pemerintah yang juga berbeda dasarnya. Mengapa sekarang
boleh mendukung seseorang dan menentang yang lain? Sedangkan kedua-duanya
tidak sefaham dengannya. Itu tandanya mereka berjuang bukan untuk
mempertahankan dasarnya, tapi lebih bermotif untuk menang dan mendapat
kedudukan.

8. Pemerintah yang naik melalui suatu partai politik pasti tidak selamat
dari sentimen kepartaian. Yakni  akan mengutamakan orang-orang partainya
dengan menganaktirikan rakyat yang lain, yang tidak separtai dengannya.
Sudah tentu golongan-golongan lain tidak puas. Keadilan dan perpaduan
sebenarnya tidak dapat ditegakkan selama-lamanya.

Hal ini terbukti dalam pengalaman kita yang sudah sekian lama hidup dalam
negara yang mengamalkan demokrasi Barat ini. Partai pemerintah belum
terbukti dapat membuat semua atau mayoritas rakyat mengakui dan membantu
dasar yang diperjuangkan. Sedangkan dalam pemerintahan Islam, orang bukan
Islam pun terima dan bekerja sama menjayakan kemajuan.

9. Biasanya pemimpin atau pemerintah yang ditunjuk oleh jari ini, mereka
tidak dicintai dengan kasih murni dari hati. Kasih rakyat pada mereka
kalaupun ada adalah karena kepentingan-kepentingan jabatan, gaji atau
subsidi yang diharapkan. Ketaatan yang diberikan, hanya di depannya saja.
Sedangkan di belakang mereka, rakyat menipu dan durhaka.

Sebab itu pemimpin tersebut, kalau berbuat salah walaupun secara tidak
sengaja mereka akan dicaci maki dan dijatuhkan. Rakyat mudah melupakannya
apalagi kalau sudah tidak berkuasa. Baru saja pensiun, hidup mereka sudah
terbuang, tersisih dan terhina. Bila mereka mati langsung dilupakan orang.
Maqamnya tidak diziarahi. Padahal pemimpin-pemimpin Islam, maqamnya
diziarahi walaupun sudah beribu tahun. Kalau seperti itulah  demokrasi
Barat, untuk apa lagi dipertahankan dan diperjuangkan? Kalau sudah nyata
kotor, buruk dan jahat, mengapa diikuti? Tidakkah yang menerimanya itu
artinya memiliki sifat yang sama juga?

10. Satu lagi keburukan demokrasi adalah memungkinkan dilantiknya musuh
untuk menjadi pemimpin. Yakni musuh melobi untuk menjadi calon. Karena
pandainya berkampanye, dia menang untuk menjadi pemimpin kepada rakyat.

11. Di satu kawasan yang mayoritas orangnya jahat, maka wakil yang naik atas
suara mayoritas itu pun biasanya orang jahat. Kalaupun orang baik menjadi
calon di sana, pasti kalah.
*Sumber *:
http://ikhwan-daily.com/buah-fikiran/148-kelemaham-demokrasi-dalam-memilih-pemimpin-i-.html




 



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

read comments